BAB I – PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP HPI
ISTILAH
DAN PENGERTIAN
Terdapat beberapa istilah
hukum perdata internasional yang digunakan di Indonesia, antara lain yaitu:
·
Private
International Law
·
International
Private Law
·
International
Private Recht
·
Droit
Internationale Prive
·
Diritto
Internazionale Privato
Pengertian Hukum Perdata
Internasional menurut Mochtar Kusumaatmadja, merupakan keseluruhan kaidan dan
asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintas batas negara. Hukum
perdata internasional mengatur hubungan hukum keperdataan antara pelaku hukum
yang tunduk pada hukum perdata yang berbeda.
Antara Hukum Perdata
Internasional dengan Hukum Internasional terdapat kesamaan, yakni mengatur
hubungan atau persoalan yang melintas batas negara. Perbedaannya terletak pada
sifat hubungan atau objeknya. Namun juga terdapat perbedaan, menurut Mochtar
Kusumaatmadja perbedaan diantara keduanya terletak pada subjeknya. Subjek HI
adalah hubungan antar negara, sedangkan subjek HPI adalah hubungan orang
perseorangan. Selain itu keduanya juga memiliki sumber yang berbeda, HI
bersumber pada statuta roma sedangkan HPI bersumber pada hukum nasional.
HUKUM
PERSELISIHAN
Selain istilah HPI, terkadang digunakan juga beberapa
istilah seperti:
·
Conflict
of Law
·
Conflict
des Lois
·
Confliccten
Recht
·
Conflict
des Status
·
Collisienrecht
Istilah tersebut diatas
menimbulkan sejumlah kritik dari masyarakat internasional, antara lain:
1.
Seolah
dalam Hukum Perdata Internasional terdapat perselisihan
2.
Seolah
kedaulatan negara sedang berkonflik
HUKUM
ANTAR TATA HUKUM
Istilah ini dikenalkan oleh Sudargo Gautama, yang
dipengatruhi istilah:
·
Inter
Legal Law
·
Interrecht-Sardenrecht
·
Tussenrecht
Ordening
MASALAH
POKOK HUKUM PERDATA INTERNASIONAL
Beberapa masalah pokok hukum perdata internasional
antara lain sebagai berikut:
1.
Hakim
atau pengadilan mana yang berwenang menyelesaikan perkara dengan unsur asing
2.
Hukum
mana yang berlaku
3.
Sejauhmana
pengadilan harus mengakui putusan pengadilan asing
RUANG
LINGKUP HUKUM PERDATA INTERNASIONAL
1.
Hukum
Perdata Internasional = Rechtstoepassingrecht
Terbatas pada masalah hukum yang diberlakukan.
2.
Hukum
Perdata Internasional = Choice of Law dan Choice of Jurisdiction
Tidak hanya mencakup masalah hukum yang harus diberlakukan, tetapi juga
menyangkut pengadilan mana yang berwenang.
3.
Hukum
Perdata Internasional = Choice of Law + Choice of Jurisdiction dan Condition
des Etrangers Tidak hanya menyangkut pilihan hukum, jurisdiksi,
tetapi juga status orang asing.
4.
Hukum
Perdata Internasional = Choice of Law+Choice of Jurisdiction+Condition des
Etrangers dan Nationalite
Tidak
hanya menyangkut pilihan hukum, jurisdiksi, tetapi juga status orang asing
ditambah kewargenegaraan.
BAB II - SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM PERDATA
INTERNASIONAL
AWAL
PERKEMBANGAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL
Perdagangan dengan orang
asingah yang melahirkan kaidah-kaidah HPI. Pada zaman Romawi dahulu semua
persoalan yang timbul akibat hubungan orang romawi dan perdagangan asing
diselesaikan oleh hakim pengadilan khusus. Hukum yang digunakan pada dasarnya
ialah ius civile, yang berkembang menjadi ius gentium.
Ius gentium memuat
kaidah-kaidah yang dapat dikategorikan ke dalam ius privatum yang kemudian
berkembang menjadi HPI dan ius publicum yang selanjutnya berkembang menjadi
hukum internasional publik.
Pada masa itu berkembang
asas-asas HPI yang penting, yakni:
1.
Asas
Lex Rei Sitae, hukum harus diberlakukan
atas suatu benda adalah hukum dimana benda tersebut berada.
2.
Asas
Lex Loci Contractus, terhadap kontrak berlaku hukum dimana kontrak dibuat atau
ditandatangani.
3.
Asas
Lex Domicili, hukum yang mengatur hak dan kewajiban perorangan adalah hukum
dimana seseorang berkediaman tetap.
MASA
PERTUMBUHAN ASAS PERSONAL
Pada akhir abad 6 M,
kekaisaran Romawi ditaklukkan bangsa barbar. Hal ini menyebabkan kedudukan
hukum romawi disepelekan. Mereka memberlakukan aturan hukum mereka
masing-masing. Hal yang demikian mengubah prinsip teritoria menjadi prinsip
personal.
Dalam menyelesaikan sengekta
yang menyangkut dua suku yang berbeda, biasanya ditentukan terlebih dahulu
kaidah hukum adat masing-masing barulah ditetapkan hukum mana yang berlaku.
Pada masa ini muncul asas-asas
dalam HPI yang didasarkan pada asas persolan, contoh:
1.
bahwa
hukum yang berlaku dalam suatu perkara adalah hukum personal pihak tergugat.
2.
bahwa
kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum seseorang ditentukan oleh hukum
personal yang bersangkutan.
3.
Masalah
pewarisan harus diatur berdasar hukum personal si pewaris.
4.
Pengesahan
perkawinan harus dilakukan berdasarkan hukum personal suami.
PERTUMBUHAN
ASAS TERITORIAL (11-12 M)
Hal ini dipengaruhi oleh peralihan struktur masyarakat
di kawasan Eropa. Pada bagian utaranya yang terjadi peralihan struktur
masyarakat geneologis ke arah masyarakat feodalistis. Makin banyak land lords
yang berkuasa dan memperlakukan hukum mereka sendiri diwilayahnya. Kemudian
pada bagian selatan terjadi peralihan struktur masyarakat geneologis ke arah
asas teritorial. Tranformasi tersebut berlangsung bersamaan dengan pertumuhan pusat-pusat
perdagangan.
Keanekaragaman dalam sistem hukum
ini sering kali menimbulkan masalah terkait pengakuan hukum dan hak-hak asing,
kondisi inilah yang mendorong pertumbuhan kaidah-kaidah huum perdata
internasional.
TEORI
STATUTA DI ITALIA (Abad 13-15 M)
Makin berkembangnya
perdagangan antar warga kota di Italia penerapan asas teritorial tidak dapat
dipertahankan lagi. Sistem feodal hanya memandang aturan hukumyang dikeluarkan
penguasas yang harus diberlakukan atas semua benda atau kontrak yang dilangsungkan
di wilayahnya. Situasi tersebut mendorong ahli hukum universitas di Italia
mencari hukum yang lebih wajar dan adil. Mereka membuat aturan baru yang
mengacu kepada corpus iuris.
Statuta personalia adalah
statua yang memiliki lingkungan kuasa secara personal. Bartoluslah yang
mengemukakan persoal yang hingga kini menjadi perssialan HPI, antara lain
mengenai perbuatan hukum. Berdasarkan doktrin statuta di atas kemudian
berkembang metode berpikir HPI sebagai berikut:
- Apabila
persoalan HPI yang dianggap menyangkut persoalan status suatu benda, maka
kedudukan hukum benda itu harus diatur berdasarkan statuta realia dari tempat
di mana benda itu berada.
- Apabila
persoalan HPI yang dihadapi berkaitan dengan status personal, maka status
personal orang tersebut harus diatur berdasar statuta personalia.
- Apabila
persoalan HPI yang dihadapi berkaitan dengan bentuk atau akibat suatu perbuatan
hukum, maka hal tersebut tunduk pada kaidah mixta dari tempat dimana perbuatan
tersebut dilakukan.
TEORI
STATUTA DI PERANCIS (ABAD 16 M)
Provinsi-provinsi di Perancis
memiliki sistem sendiri-sendiri yang disebut cutume, yang pada hakikatnya sama
seperti statua. Muncul perluasan pengertian Statuta Personalia hingga mencakup
pilihan hukum sebagai hukum yang seharusnya berlaku dalam perjanjian atau
kontrak. Masyarakat Perancis tetap mengkui adanya statuta personalia tetapi
perlu adanya pengecualian.
Menurut Sudargo Gautama,
pendirian yang dikemukakan D’Argentre demikian itu tidak dapat dilepaskan dari
statusnya sebagai baron. Pandangannya tentu tidak dapat dilepaskan dari
pengaruh ide-ide feodal yang mengkedepankan segi teritrial semua ketentuan
hukum.
TEORI
STATUTA DI BELANDA (ABAD 17 M)
Teori D’Argentre diikuti oleh para sarjana hukum
Belanda setelah pembebasan dari penjajahan Sepanyol. Berdasarkan doktrin
D’Argentre, Ulrik Huver menajukan tiga prinsip yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan perkara-perkara HPI sebagai berikut:
- Hukum
dari suatu negegara memiliki daya berlaku yang mutlak hanya dalam batas wilayah
kedaulatannya.
- Semua
orang baik yang menetap maupun sementara, yang berada di wilayah suatu negara
beradulat menjadi subjek hukum dan terikat pada hukum negara itu.
- Berdasarkan
alasan sopan santun antar negara diakui bahwa hukum yang sudah berlaku di
negara asalnya akan tetep memiliki kekuatan berlaku dimana saja sejauh tidak
bertentangan dengan kepentingan subjek hukum dari negara yang memberikan
pengakuan itu.
Dalam menafsirkan ketiga perinsip tersebut diatas
harus pula diperhatikan prinsip lain, yang semua perbuatan atau transaksi hukum
yang dianggap sah berdasarkan hukum dari suatu negara tersebtu, diakui sah pula
di tempat lainnya.
Dewasa
ini teori comias gentium itu sudah banyak ditinggalkan para pakar hukum. Karena
penggunaan hukum asing hanya disebabkan keinginan untuk mencari penyelesaian
yang seadil-adilnya. Jadi tidak berdasarkan sopan santun dan bukan pula
merupakan perorangan kedaulatan negara sendiri.
TEORI-TEORI
MODERN
Pada abad 19 M pemikiran HPI
mengalami kemajuan. Terdapat tiga pakar hukum yang melatarbelakanginya. Titik
tolak pandangan Von Savigny adalah bahwa suatu hubungan hukum yang sama harus
mmberi penyelesaian yang sama pula. Pemikiran Savigny ini dikenal dengan
Istilah HPI universal. Kemudian menurut Manchini, hukum personal seseorang
ditentukan oleh nasionalitasnya. Berdasar pemikiran tersebut dikemukakanlah
tiga asas HPI sebagai berikut
- Kaidah
hukum untuk kepentingan perorangan berlaku bagi stiap warga negara dimanapn dan
kapanpun juga.
- Kaidah
untuk menjaga kepentingan umum bersifat teritorial dan berlaku bagi setiap
orang yang berada di wilayah kekuasaan suatu negara.
- Asas
kebebasan yang menyatakan bahwa pihak yang bersangkutan boleh memilih hukum manakah
yang akan diberlakukan terhadap transaksi diantara mereka.
Dalam kenyataan hingga kini
belum ada HPI yang berlaku umum. Setiap hubungan hukum harus diselesaikan
berdasar caranya sendiri. Hal itupun tergantung pada kebiasaan, uu, putusan
pengadlan dan lain-lain
BAB III TITIK-TITIK PERTALIAN DALAM HUKUM PERDATA
INTERNASIONAL
PENGERTIAN
DAN MACAM-MACAM TITIK PERTALIAN
Merupakan suatu hal atau keadaan yang menyebabkan
berlakunya suatu sistem hukum tertentu. Dalam HPI dikenal dua titik pertalian
yaitu titik pertalian primer dan titik pertalian sekunder.
TITIK
PERTALIAN PRIMER
Adalah faktor atau keadaan yang melahirkan atau
menciptakan hubungan HPI. Dikatakan titik taut pembeda karena membedakan suatu
peristiwa atau hubungan tertentu termasuk kategori HPI atau bukan, adapun
faktor yang tergolng sebagai titik pertalian primer adalah:
1.
Kewarganegaraan
Perbedaan kewarganegaraan pihak-pihak yang melakukan suatu perbuatan
hukum atau hubungan hukum akan melahirkan permasalahan HPI.
2.
Bendera
kapal atau pesawat udara
Dalam konteks hukum, kapal dan pesawat udara mempunyai kebangsaan.
Kebangsaan ini berkaitan dengan hukum negara mana kapal atau pesawat udara itu
tunduk. Kebangsaan tersebut ditentukan berdasarkan dimana kapal pesawat udara
itu didaftarakan.
3.
Domisili
Faktor perbedaan domisili subjek hukum yang melakukan suatu hubungan
hukum dapat pua menimbulkan suatu hubungan yang memiliki unsur HPI.
4.
Tempat
kediaman
Yang dimaksud kediaman adalah tempat tinggal sehari-hari.
5.
Tempat
kedudukan badan hukum
Badan hukum juga harus memilki kebangsaan, hal ini menentukan tunduk
kepada hukum negara badan hukum yang bersangkutan.
6.
Pilihan
hukum dalam hubungan hukum intern
Dialam suatu hubungan hukum bila ditentukan hukum negara mana yang
berlaku untuk mereka secara intern maka hukum negara tersebut belaku penuh
untuk mereka sesuai kesepakatan.
7.
Tempat
dilaksanakannya perbuatan hukum
TITIK
PERTALIAN SEKUNDER
Adalah faktor atau sekumpulan fakta yang menentukan
hukum manakah yang harus digunakan atau berlaku dalam HPI, yaitu:
1.
Tempat
terletaknya benda
2.
Kewarganegaraan
atau domisili pemilik benda bergerak
3.
Tempat
dilangsungkannya perbuatan hukum
4.
Tempat
terjadinya perbuatan melawan hukum
5.
Tempat
diresmikan pernikahan
6.
Tempat
ditandatanganinya kontrak
7.
Tempat
dilaksanakannya kontrak
8.
Pilihan
hukum
9.
Kewarganegaraan
10. Domisili
11. Bendera kapal atau pesawat terbang
12. Tempat kediaman
13. Tempat kedudukan atau kebangsaan badan hukum
Titik taut penentu atau Titik taut sekunder dalam
sistem hukum Indonesia terdapat tiga kaidah utama HPI yang diatur dalam Pasal
16, 17, 18 AB. Pasal 16 mengatur tentang hukum orang, pasal 17 mengatur tentang
benda, kemudian Pasal 18 berikaitan dengan tempat dilaksanakannya perbuatan
hukum.
Menurut Graveson terdapat tiga hal yang perlu
diperhatikan untuk menyelesaikan perkata HPI, yaitu:
- Titik
taut apa sajakah yang dipilih sistem HPI
- Sistem
hukum manakah yang relevan dengan perkara
- Bagaiman
pertautan itu dibatasi oleh sistem hukum yang berlaku
Berkaitan dengan fungsionalisasi titik taut penentu
dalam perkara HPI dapat dijelaskan tahap penyelesaiannya:
1.
Tentukan
dahulu titik pertalian primer
2.
Kualifikasi
fakta berdasar lex fori
3.
Tentukan
kaidah HPI mana dari lex fori yang harus digunakan untuk menentukan lex cause
4.
Hakim
menentukan kaidah hukum mana yang digunakan untuk menyelesaikan perkara
5.
Setelah
hakim menentukan kaidah hukum internal yang harus diberlakukan, barulah dapat
diputus oleh hakim