Thursday, May 23, 2019

MAKSUD ASAS “PERKAWINAN HARUS TUNDUK PADA UU DAN BERASAS MONOGAMI”

  • Tuduk pada undang-undang, Maksud dari asas tersebut adalah bahwa suatu perkawinan dianggap sah dan dicatatkan di pencatatan sipil bila memenuhi persyaratan dan sesuai pada peraturan perundang-undangan yang berlaku 
 
  • Monogami, Asas perkawinan adalah monogami, bahwa dalam waktu yang sama seorang laki-laki hanya dioperbolehkan mempunyai satu orang perempuan sebagai istrinya, dan seorang perempuan hanya boleh mempunyai satu orang laki-laki sebagai suaminya. hal ini tercantum dalam Pasal 3 UU No.1/1974 dan juga pada Pasal 27 KUHPdt/BW.Dengan adanya asas monogami serta tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, maka suatu tindakan yang akan mengakibatkan putusnya suatu perkawinan (dalam hal ini yang dimaksud adalah perceraian) harus benar-benar dipikirkan serta dipertimbangkan masak-masak. Sebab jika itu terjadi maka akan membawa akibat yang luas, tidak hanya menyagkut diri suami atau istri tetapi nasib anak-anak juga harus diperhatikan. dengan demikian diharapkan pula agar tidak begitu mudah melangsungkan perkawinan serta begitu mudah bercerai (kawin-cerai berulang-ulang).

Wednesday, May 15, 2019

TANAH NEGARA YANG DAPAT DIMOHONKAN HAK ATAS TANAH

·         Tanah negara yang masih kosong 
Maksudnya yaitu tanah negara yang dikuasai langsung oleh negara dan belum dibebani suatu hak apapun. 
·         Tanah hak yang habis jangka waktunya 
HGU, HGB, dan hak pakai yang habis jangka waktunya, dengan begitu maka hapuslah status hak pada tanah tersebut, tanah yang hapus haknya menjadi tanah negara. 
·         Tanah negara yang berasal dari pelepasan hak oleh pemiliknya secara suka rela  
Tanah yang pemegang hak atas tanahnya melepas haknya, dengan melepas haknya tersebut maka tanah itu mejadi tanah negara, pemegang hak melepaskan haknya agar pihak yang membutuhkan anah memohon hak yang diperlukan.

Tuesday, May 7, 2019

HUKUM PERDATA INTERNASIONAL


BAB I – PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP HPI 
ISTILAH DAN PENGERTIAN
Terdapat beberapa istilah hukum perdata internasional yang digunakan di Indonesia, antara lain yaitu: 
·         Private International Law 
·         International Private Law 
·         International Private Recht
·         Droit Internationale Prive 
·         Diritto Internazionale Privato
Pengertian Hukum Perdata Internasional menurut Mochtar Kusumaatmadja, merupakan keseluruhan kaidan dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintas batas negara. Hukum perdata internasional mengatur hubungan hukum keperdataan antara pelaku hukum yang tunduk pada hukum perdata yang berbeda.
Antara Hukum Perdata Internasional dengan Hukum Internasional terdapat kesamaan, yakni mengatur hubungan atau persoalan yang melintas batas negara. Perbedaannya terletak pada sifat hubungan atau objeknya. Namun juga terdapat perbedaan, menurut Mochtar Kusumaatmadja perbedaan diantara keduanya terletak pada subjeknya. Subjek HI adalah hubungan antar negara, sedangkan subjek HPI adalah hubungan orang perseorangan. Selain itu keduanya juga memiliki sumber yang berbeda, HI bersumber pada statuta roma sedangkan HPI bersumber pada hukum nasional.

HUKUM PERSELISIHAN
Selain istilah HPI, terkadang digunakan juga beberapa istilah seperti: 
·         Conflict of Law 
·         Conflict des Lois 
·         Confliccten Recht
·         Conflict des Status 
·         Collisienrecht  
Istilah tersebut diatas menimbulkan sejumlah kritik dari masyarakat internasional, antara lain: 
1.      Seolah dalam Hukum Perdata Internasional terdapat perselisihan 
2.      Seolah kedaulatan negara sedang berkonflik

HUKUM ANTAR TATA HUKUM
Istilah ini dikenalkan oleh Sudargo Gautama, yang dipengatruhi istilah: 
·         Inter Legal Law 
·         Interrecht-Sardenrecht 
·         Tussenrecht Ordening

MASALAH POKOK HUKUM PERDATA INTERNASIONAL
Beberapa masalah pokok hukum perdata internasional antara lain sebagai berikut: 
1.      Hakim atau pengadilan mana yang berwenang menyelesaikan perkara dengan unsur asing 
2.      Hukum mana yang berlaku 
3.      Sejauhmana pengadilan harus mengakui putusan pengadilan asing

RUANG LINGKUP HUKUM PERDATA INTERNASIONAL 
1.      Hukum Perdata Internasional = Rechtstoepassingrecht
Terbatas pada masalah hukum yang diberlakukan. 
2.      Hukum Perdata Internasional = Choice of Law dan Choice of Jurisdiction
Tidak hanya mencakup masalah hukum yang harus diberlakukan, tetapi juga menyangkut pengadilan mana yang berwenang. 
3.      Hukum Perdata Internasional = Choice of Law + Choice of Jurisdiction dan Condition des Etrangers Tidak hanya menyangkut pilihan hukum, jurisdiksi, tetapi juga status orang asing.
4.      Hukum Perdata Internasional = Choice of Law+Choice of Jurisdiction+Condition des Etrangers dan Nationalite
Tidak hanya menyangkut pilihan hukum, jurisdiksi, tetapi juga status orang asing ditambah kewargenegaraan.


BAB II - SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL 
AWAL PERKEMBANGAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL
Perdagangan dengan orang asingah yang melahirkan kaidah-kaidah HPI. Pada zaman Romawi dahulu semua persoalan yang timbul akibat hubungan orang romawi dan perdagangan asing diselesaikan oleh hakim pengadilan khusus. Hukum yang digunakan pada dasarnya ialah ius civile, yang berkembang menjadi ius gentium.
Ius gentium memuat kaidah-kaidah yang dapat dikategorikan ke dalam ius privatum yang kemudian berkembang menjadi HPI dan ius publicum yang selanjutnya berkembang menjadi hukum internasional publik.
Pada masa itu berkembang asas-asas HPI yang penting, yakni: 
1.      Asas Lex Rei  Sitae, hukum harus diberlakukan atas suatu benda adalah hukum dimana benda tersebut berada. 
2.      Asas Lex Loci Contractus, terhadap kontrak berlaku hukum dimana kontrak dibuat atau ditandatangani. 
3.      Asas Lex Domicili, hukum yang mengatur hak dan kewajiban perorangan adalah hukum dimana seseorang berkediaman tetap.

MASA PERTUMBUHAN ASAS PERSONAL
Pada akhir abad 6 M, kekaisaran Romawi ditaklukkan bangsa barbar. Hal ini menyebabkan kedudukan hukum romawi disepelekan. Mereka memberlakukan aturan hukum mereka masing-masing. Hal yang demikian mengubah prinsip teritoria menjadi prinsip personal.
Dalam menyelesaikan sengekta yang menyangkut dua suku yang berbeda, biasanya ditentukan terlebih dahulu kaidah hukum adat masing-masing barulah ditetapkan hukum mana yang berlaku.
Pada masa ini muncul asas-asas dalam HPI yang didasarkan pada asas persolan, contoh: 
1.      bahwa hukum yang berlaku dalam suatu perkara adalah hukum personal pihak tergugat. 
2.      bahwa kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum seseorang ditentukan oleh hukum personal yang bersangkutan. 
3.      Masalah pewarisan harus diatur berdasar hukum personal si pewaris. 
4.      Pengesahan perkawinan harus dilakukan berdasarkan hukum personal suami.

PERTUMBUHAN ASAS TERITORIAL (11-12 M)
Hal ini dipengaruhi oleh peralihan struktur masyarakat di kawasan Eropa. Pada bagian utaranya yang terjadi peralihan struktur masyarakat geneologis ke arah masyarakat feodalistis. Makin banyak land lords yang berkuasa dan memperlakukan hukum mereka sendiri diwilayahnya. Kemudian pada bagian selatan terjadi peralihan struktur masyarakat geneologis ke arah asas teritorial. Tranformasi tersebut berlangsung bersamaan dengan pertumuhan pusat-pusat perdagangan.  
Keanekaragaman dalam sistem hukum ini sering kali menimbulkan masalah terkait pengakuan hukum dan hak-hak asing, kondisi inilah yang mendorong pertumbuhan kaidah-kaidah huum perdata internasional.

TEORI STATUTA DI ITALIA (Abad 13-15 M)
Makin berkembangnya perdagangan antar warga kota di Italia penerapan asas teritorial tidak dapat dipertahankan lagi. Sistem feodal hanya memandang aturan hukumyang dikeluarkan penguasas yang harus diberlakukan atas semua benda atau kontrak yang dilangsungkan di wilayahnya. Situasi tersebut mendorong ahli hukum universitas di Italia mencari hukum yang lebih wajar dan adil. Mereka membuat aturan baru yang mengacu kepada corpus iuris.
Statuta personalia adalah statua yang memiliki lingkungan kuasa secara personal. Bartoluslah yang mengemukakan persoal yang hingga kini menjadi perssialan HPI, antara lain mengenai perbuatan hukum. Berdasarkan doktrin statuta di atas kemudian berkembang metode berpikir HPI sebagai berikut:
  • Apabila persoalan HPI yang dianggap menyangkut persoalan status suatu benda, maka kedudukan hukum benda itu harus diatur berdasarkan statuta realia dari tempat di mana benda itu berada.
  • Apabila persoalan HPI yang dihadapi berkaitan dengan status personal, maka status personal orang tersebut harus diatur berdasar statuta personalia.
  • Apabila persoalan HPI yang dihadapi berkaitan dengan bentuk atau akibat suatu perbuatan hukum, maka hal tersebut tunduk pada kaidah mixta dari tempat dimana perbuatan tersebut dilakukan.

TEORI STATUTA DI PERANCIS (ABAD 16 M)
Provinsi-provinsi di Perancis memiliki sistem sendiri-sendiri yang disebut cutume, yang pada hakikatnya sama seperti statua. Muncul perluasan pengertian Statuta Personalia hingga mencakup
pilihan hukum sebagai hukum yang seharusnya berlaku dalam perjanjian atau kontrak. Masyarakat Perancis tetap mengkui adanya statuta personalia tetapi perlu adanya pengecualian.
Menurut Sudargo Gautama, pendirian yang dikemukakan D’Argentre demikian itu tidak dapat dilepaskan dari statusnya sebagai baron. Pandangannya tentu tidak dapat dilepaskan dari pengaruh ide-ide feodal yang mengkedepankan segi teritrial semua ketentuan hukum.

TEORI STATUTA DI BELANDA (ABAD 17 M)
Teori D’Argentre diikuti oleh para sarjana hukum Belanda setelah pembebasan dari penjajahan Sepanyol. Berdasarkan doktrin D’Argentre, Ulrik Huver menajukan tiga prinsip yang dapat digunakan untuk menyelesaikan perkara-perkara HPI sebagai berikut:
  • Hukum dari suatu negegara memiliki daya berlaku yang mutlak hanya dalam batas wilayah kedaulatannya.
  • Semua orang baik yang menetap maupun sementara, yang berada di wilayah suatu negara beradulat menjadi subjek hukum dan terikat pada hukum negara itu.
  • Berdasarkan alasan sopan santun antar negara diakui bahwa hukum yang sudah berlaku di negara asalnya akan tetep memiliki kekuatan berlaku dimana saja sejauh tidak bertentangan dengan kepentingan subjek hukum dari negara yang memberikan pengakuan itu.
Dalam menafsirkan ketiga perinsip tersebut diatas harus pula diperhatikan prinsip lain, yang semua perbuatan atau transaksi hukum yang dianggap sah berdasarkan hukum dari suatu negara tersebtu, diakui sah pula di tempat lainnya.
Dewasa ini teori comias gentium itu sudah banyak ditinggalkan para pakar hukum. Karena penggunaan hukum asing hanya disebabkan keinginan untuk mencari penyelesaian yang seadil-adilnya. Jadi tidak berdasarkan sopan santun dan bukan pula merupakan perorangan kedaulatan negara sendiri.

TEORI-TEORI MODERN
Pada abad 19 M pemikiran HPI mengalami kemajuan. Terdapat tiga pakar hukum yang melatarbelakanginya. Titik tolak pandangan Von Savigny adalah bahwa suatu hubungan hukum yang sama harus mmberi penyelesaian yang sama pula. Pemikiran Savigny ini dikenal dengan Istilah HPI universal. Kemudian menurut Manchini, hukum personal seseorang ditentukan oleh nasionalitasnya. Berdasar pemikiran tersebut dikemukakanlah tiga asas HPI sebagai berikut
  • Kaidah hukum untuk kepentingan perorangan berlaku bagi stiap warga negara dimanapn dan kapanpun juga.
  • Kaidah untuk menjaga kepentingan umum bersifat teritorial dan berlaku bagi setiap orang yang berada di wilayah kekuasaan suatu negara.
  • Asas kebebasan yang menyatakan bahwa pihak yang bersangkutan boleh memilih hukum manakah yang akan diberlakukan terhadap transaksi diantara mereka.
Dalam kenyataan hingga kini belum ada HPI yang berlaku umum. Setiap hubungan hukum harus diselesaikan berdasar caranya sendiri. Hal itupun tergantung pada kebiasaan, uu, putusan pengadlan dan lain-lain

BAB III TITIK-TITIK PERTALIAN DALAM HUKUM PERDATA INTERNASIONAL 
PENGERTIAN DAN MACAM-MACAM TITIK PERTALIAN
Merupakan suatu hal atau keadaan yang menyebabkan berlakunya suatu sistem hukum tertentu. Dalam HPI dikenal dua titik pertalian yaitu titik pertalian primer dan titik pertalian sekunder.

TITIK PERTALIAN PRIMER
Adalah faktor atau keadaan yang melahirkan atau menciptakan hubungan HPI. Dikatakan titik taut pembeda karena membedakan suatu peristiwa atau hubungan tertentu termasuk kategori HPI atau bukan, adapun faktor yang tergolng sebagai titik pertalian primer adalah: 
1.      Kewarganegaraan
Perbedaan kewarganegaraan pihak-pihak yang melakukan suatu perbuatan hukum atau hubungan hukum akan melahirkan permasalahan HPI. 
2.      Bendera kapal atau pesawat udara
Dalam konteks hukum, kapal dan pesawat udara mempunyai kebangsaan. Kebangsaan ini berkaitan dengan hukum negara mana kapal atau pesawat udara itu tunduk. Kebangsaan tersebut ditentukan berdasarkan dimana kapal pesawat udara itu didaftarakan. 
3.      Domisili
Faktor perbedaan domisili subjek hukum yang melakukan suatu hubungan hukum dapat pua menimbulkan suatu hubungan yang memiliki unsur HPI. 
4.      Tempat kediaman
Yang dimaksud kediaman adalah tempat tinggal sehari-hari. 
5.      Tempat kedudukan badan hukum
Badan hukum juga harus memilki kebangsaan, hal ini menentukan tunduk kepada hukum negara badan hukum yang bersangkutan. 
6.      Pilihan hukum dalam hubungan hukum intern
Dialam suatu hubungan hukum bila ditentukan hukum negara mana yang berlaku untuk mereka secara intern maka hukum negara tersebut belaku penuh untuk mereka sesuai kesepakatan. 
7.      Tempat dilaksanakannya perbuatan hukum

TITIK PERTALIAN SEKUNDER
Adalah faktor atau sekumpulan fakta yang menentukan hukum manakah yang harus digunakan atau berlaku dalam HPI, yaitu: 
1.      Tempat terletaknya benda 
2.      Kewarganegaraan atau domisili pemilik benda bergerak 
3.      Tempat dilangsungkannya perbuatan hukum 
4.      Tempat terjadinya perbuatan melawan hukum 
5.      Tempat diresmikan pernikahan 
6.      Tempat ditandatanganinya kontrak 
7.      Tempat dilaksanakannya kontrak 
8.      Pilihan hukum 
9.      Kewarganegaraan 
10.  Domisili 
11.  Bendera kapal atau pesawat terbang 
12.  Tempat kediaman 
13.  Tempat kedudukan atau kebangsaan badan hukum
Titik taut penentu atau Titik taut sekunder dalam sistem hukum Indonesia terdapat tiga kaidah utama HPI yang diatur dalam Pasal 16, 17, 18 AB. Pasal 16 mengatur tentang hukum orang, pasal 17 mengatur tentang benda, kemudian Pasal 18 berikaitan dengan tempat dilaksanakannya perbuatan hukum.
Menurut Graveson terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan untuk menyelesaikan perkata HPI, yaitu:
  • Titik taut apa sajakah yang dipilih sistem HPI
  • Sistem hukum manakah yang relevan dengan perkara
  • Bagaiman pertautan itu dibatasi oleh sistem hukum yang berlaku
Berkaitan dengan fungsionalisasi titik taut penentu dalam perkara HPI dapat dijelaskan tahap penyelesaiannya: 
1.      Tentukan dahulu titik pertalian primer 
2.      Kualifikasi fakta berdasar lex fori 
3.      Tentukan kaidah HPI mana dari lex fori yang harus digunakan untuk menentukan lex cause 
4.      Hakim menentukan kaidah hukum mana yang digunakan untuk menyelesaikan perkara 
5.      Setelah hakim menentukan kaidah hukum internal yang harus diberlakukan, barulah dapat diputus oleh hakim