Pengertian Tindak Pidana
Tindak Pidana/Kejahatan merupakan
perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril)
merugikan masyarakat (anti sosial) yang telah dirumuskan dan ditentukan dalam
perundang-undangan pidana. Kejahatan yang dilakukan oleh anak disebabkan karena
perkembangan pribadinya, ia mengalami perkembangan fisik dan perkembangan jiwa.
Emosinya belum stabil, mudah tersinggung dan peka terhadap kritikan, sehingga
mempengaruhi dirinya untuk bertindak.
Istilah tindak pidana merupakan
terjemahan dari “starfbaarfeit” di dalam kitab undang-undang hukum pidana tidak terdapat penjelasan mengenai apa
yang dimaksud dengan starfbaarfeit itu sendiri. Biasanya tindak pidana disinonimkan dengan
delik, yang berasal dari Bahasa latin yakni kata delictum. Dalam kamus besar
bahasa Indonesia tercantum sebagai berikut “delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan
hukum karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana.”[1]
Istilah tindak pidana merupakan gerak gerik tingkah laku dan
gerak-gerik jasmani seseorang. Hal-hal tersebut terdapat juga seseorang untuk
tidak berbuat, akan tetapi dengan tidak berbuatnya dia, dia telah melakukan tindak
pidana.[2]
Menurut I Made Widyana, starfbaarfeit
adalah istilah Belanda oleh karena itu, yang dalam bahasa Indonesia
diterjemahkan dengan berbagi istilah karena pemerintah tidak menetapkan
terjemahan resmi atas istilah-istilah Belanda tersebut, oleh karena itu
timbullah pandangan yang bervariasi dalam Bahasa Indonesia sebagai padanan dari istilah starfbaarfeit
seperti perbuatan pidana, peristiwa pidana, tindak pidana, perbuatan yang
dapat dihukum, dan lain sebagainya.[3]
Tindak pidana menurut Simons
sebagaimana dikutip oleh Erdianto Effendi, tindak pidana adalah suatu tindakan atau
perbuatan yang diancam dengan pidana oleh undang-undang, bertentangan dengan hukum
dan dilakukan dengan kesalahan oleh seseorang yang mampu bertanggungjawab.[4]
Agar mengetahui perbuatan pidana
lebih lanjut, maka harus diketahui pengertian kata perbuatan itu sendiri. Menurut Moeljatno
Perbuatan yaitu suatu pengertian abstrak yang menunjuk kepada dua keadaan
konkrit, pertama adanya kejadian yang tertentu, dan kedua adanya orang yang
berbuat yang menimbulkan kejadian itu”. Menurut Moeljatno pula pemakaian
istilah perbuatan pidana dengan kata peristiwa pidana adalah kurang
tepat, sebab kata peristiwa itu merupakan pengertian yang konkrit, yang hanya
menunjuk suatu kejadian saja, misalnya: adanya orang mati. Peristiwa adanya
orang mati tidak dilarang oleh hukum pidana, namun baru akan menjadi penting
bagi hukum pidana apabila matinya orang tersebut disebabkan oleh perbuatan
orang lain atau tindakan orang lain. Mungkin istilah yang lebih cocok adalah
istilah perbuatan pidana, sebab kata perbuatan pidana menunjuk pada
kelakuan-kelakuan konkrit atau hal-hal gerak gerik fisik secara konkrit.[5]
Menurut Andi Hamzah, berbicara
tentang masalah perbuatan pidana, maka tidak lepas dari suatu asas legalitas,
yaitu asasnullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali. Asas ini
tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP, yang menetapkan bahwa tiada suatu
perbuatan dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan
perundang-undangan pidana yang telah ada sebelumnya.
Tags: tindak pidana, perbuatan pidana, pidana, asas legalitas, starfbaarfeit
[1] Teguh Prasetyo,
Hukum Pidana Edisi revisi, Raja Grafido Persada, Jakarta, 2012, hlm. 47
[2] Ibid,
hlm. 49
[3] I Made Widyana, Asas-asas Hukum Pidana Buku Panduan Mahasiswa,
FikaHati Aneska Jakarta, 2010hlm 32
[4] Erdianto
Effendi, Hukum Pidana Indonesia suatu pengantar, Refika Aditama, Bandung 2011,
hlm. 27
[5] Andi
Hamzah, KUHP dan KUHAP,: Rincka Cipta, Jakarta, 1990 Hlm .3
UNSUR –UNSUR TINDAK PIDANA
Tindak pidana
dapat dibagi menjadi dua unsur, yaitu unsur subyektif dan unsur obyektif. Unsur
subyektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau berhubungan
dengan diri si pelaku, termasuk di dalamnya segala sesuatu yang terkandung di
dalam hatinya. Unsur subyektif dari suatu tindak pidana adalah:
a. Kesengajaan atau ketidak sengajaan (dolus dan
culpa).
b. Maksud dan voornemen pada suatu percobaan
atau poging seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP.
c. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti
yang terdapat misalnya di dalam kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan,
pemalsuan, dan lain-lain.
d. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte
raad seperti misalnya dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP.
e. Perasaan takut atau vress seperti yang
antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.24
Unsur obyektif adalah unsur-unsur
yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan di mana tindakan-tindakan pelaku
itu terjadi. Unsur obyektif dari suatu tindak pidana itu adalah :
a. Sifat melawan hukum atau wedrrechtelijkheid.
b. Kualitas dari pelaku, misalnya “keadaan sebagai
pegawai negeri” di dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHP, atau
“keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perseroan KUHP”.
c. Kausalitas, yakni terbatas di dalam kejahatan
menurut Pasal 398 KUHP yang hubungan sebab-akibat dari tindak pidana.
Kejahatan dan
Pelanggaran merupakan suatu jenis tindak pidana. Pendapat mengenai pembedaan 2
(dua) delik tersebut antara lain pembedaan kualitatif, perbuatan yang
bertentangan dengan keadilan, dan terlepas dari apakah perbuatan tersebut
diancam oleh Undang-Undang atau tidak dan perbuatan yang dirasakan oleh
masyarakat. Pelanggaran adalah suatu tindakan
di mana orang baru menyadari hal tersebut merupakan tindak pidana karena
perbuatan tersebut tercantum dalam Undang-Undang.
Kejahatan,
meskipun perbuatan tersebut tidak dirumuskan dalam undang-undang menjadi tindak
pidana tetapi, orang tetap menyadari perbuatan tersebut adalah kejahatan dan
patut dipidana. Istilahnya disebut rechtsdelict (delik hukum). Dimuat di
dalam Buku II KUHP Pasal 104 sampai dengan Pasal 488. Contohnya mabuk di tempat
umum (Pasal 492 KUHP/Pasal 536 KUHP), berjalan di atas tanah yang oleh
pemiliknya dengan cara jelas dilarang memasukinya (Pasal 551 KUHP). Berbagai
tindak pidana baik kejahatan maupun pelanggaran tidak hanya diatur dalam KUHP
(dalam kodifikasi) tetapi juga dirumuskan dan diatur dalam peraturan
perundang-undangan lainnya.
Pakar hukum
pidana D. Simmons sebagaimana di kutip Erdianto Efendi dalam bukunya, Hukum
Pidana Indonesia menyebut tindak pidana dengan sebutan Straf baar Feit
sebagai, Een strafbaar gestelde onrecht matige, met schuld ver
bandstaande van een teori keningsvat baar person.[1]
Mengenai isi
dari pengertian tindak pidana tidak ada kesatuan pendapat diantara para
Sarjana, dalam garis besarnya perbedaan pendapat tersebut terbagi dalam dua
aliran atau dua pandangan yakni pandangan monistis dan pandangan dualistis.
Menurut Moeljatno, maksud dari pandangan Monistis adalah, bahwa para sarjana
melihat keseluruhan (tumpukan)
syarat untuk adanya pidana itu kesemuanya merupakan sifat dari perbuatan,
sedangkan pada pandangan dualistis membedakan dengan tegas “dapat di pidananya
perbuatan” dan “dapat di pidananya orangnya”, dan sejalan dengan ini dipisahkan
antara pengertian “perbuatan pidana dan pertanggungan jawab pidana oleh karena
hal tersebut dipisahkan, maka pengertian perbuatan pidana tidak meliputi
pertanggung jawab pidana.[2]
Tags: Unsur Tindak Pidana, Unsur Subjektif Tindak Pidana, Unsur Objektif Tindak Pidana, Unsur Subjektif dan Objektif Tindak Pidana
No comments:
Post a Comment